sitepontianak.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menerima informasi dari Panitia Khusus (Pansus) Haji terkait dugaan korupsi dalam pembagian kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan penyidik telah menganalisis informasi yang disampaikan pansus. Meski demikian, ia enggan membeberkan isi detailnya.
“Informasi dari pansus haji menjadi pengayaan bagi penyidik dalam penanganan perkara ini,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).
Informasi Jadi Dasar Pemeriksaan dan Penggeledahan
Budi menjelaskan, informasi tersebut menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan pemanggilan saksi hingga penggeledahan di sejumlah lokasi.
“Dari informasi awal itu, penyidik juga terus melakukan pengembangan dengan memanggil dan memeriksa saksi-saksi lain, termasuk dari kegiatan penggeledahan,” ujarnya.
Menurut Budi, dari hasil penggeledahan, KPK menemukan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Barang-barang tersebut kini tengah diekstraksi untuk menemukan data tambahan yang dapat mendukung proses penyidikan.
“Kami membuka dan mengekstraksi barang bukti elektronik untuk melihat informasi yang dibutuhkan, apakah di dalamnya terdapat keterangan yang bisa memperkuat pengungkapan perkara ini,” tuturnya.
Dugaan Pelanggaran dalam Pembagian Kuota Tambahan
Sebelumnya, KPK mengungkap adanya dugaan pelanggaran hukum dalam penyelenggaraan haji, khususnya terkait pembagian kuota tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada tahun 2024.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pada tahun 2023 Presiden Joko Widodo sempat bertemu Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud. Dalam pertemuan itu, Indonesia memperoleh tambahan 20.000 kuota haji untuk pelaksanaan ibadah tahun 2024.
Aturan Kuota Menurut UU Haji
Asep menegaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota haji harus terdiri dari 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk jemaah khusus.
“Jadi, berapa pun jumlah kuotanya, pembagiannya demikian. Kuota reguler 92 persen, kuota khusus 8 persen,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/8/2025).
Ia menambahkan, aturan itu dibuat karena mayoritas calon jemaah mendaftar melalui jalur reguler, sedangkan jemaah khusus memiliki biaya lebih tinggi sehingga porsinya dibatasi.
Pembagian Kuota Diduga Tak Sesuai Aturan
Dengan adanya tambahan 20.000 kuota, seharusnya pembagiannya adalah 18.400 untuk jemaah reguler dan 1.600 untuk jemaah khusus. Namun, KPK menemukan indikasi pembagian yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai. Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya — tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 untuk kuota khusus,” ungkap Asep.
“Seharusnya 92 persen dengan 8 persen, tapi ini menjadi 50–50. Itu jelas menyalahi aturan yang ada,” tambahnya.