sitepontianak.com – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Bayu Satria Utomo menilai DPR RI sengaja mengesahkan Rancangan Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi KUHP menjelang akhir tahun. Hal itu untuk menghindari aksi unjuk rasa penolakan skala besar dari mahasiswa.
Mengingat, saat ini para mahasiswa saat akhir tahun tengah disibukkan dengan ujian akhir semester (UAS).
“Bisa jadi (memanfaatkan mahasiswa sibuk UAS), karena di UI kondisinya seperti itu (sedang UAS)” kata Bayu ditemui saat menghadiri demontrasi tolak KUHP di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2022) kemarin.
Kendati demikian, dia menyatakan dalam waktu dekat mereka mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia bakal mengelar aksi unjuk rasa berskala besar.
“Kami akan berusaha menghadirkan gelombang penolakan yang besar, kami akan berdiskusi, berkonsolidasi,” kata dia.
Gelombang unjuk rasa penolakan KUHP tidak hanya dilakukan di Jakarta, namun di sejumlah wilayah Indonesia.
“Konsolidasi ini tidak hanya akan ada di Jakarta tapi di seluruh daerah di Indonesia yang hari ini merasa resah dengan RKUHP yang disahkan dengan secara tiba-tiba,” tegasnya.
Pasal KUHP Bikin Mahasiswa Rentan Dipidana
Bayu mengungkap salah satu pasal bermasalah yang menjadi sorotan mereka. Pasal itu tentang aksi unjuk rasa yang tanpa pemberitahuan dapat dipidana selama 6 bulan penjara.
Bayu bilang tanpa pasal tersebut mereka sudah seringkali mendapatkan tindakan represif dari aparat.
“Tanpa pasal di KUHP ini saja, kami mahasiswa dan masyarakat sipil yang kerap turun ke jalan itu sering mendapat tindakan represif dari aparat, apalagi kalau pasal ini udah disahkan,” kata Bayu ditemui wartawan saat menghadiri demontrasi tolak KUHP di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2022).
Pemidaan itu termuat pada Pasal 256 yang berbunyi, ‘Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum
atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.’
Menurut Bayu, pasal tesebut bakal menjadi alat aparat untuk menjerat mereka pada aksi-aksi unjuk rasa mereka nantinya.
“Ada legitimasi, ada bukti, dan ada hal yang memperkuat aparat untuk kemudian melakukan tindakan represif kepada kami yang melakukan demonstrasi di jalan,” katanya.
Adanya pasal tersebut menunjukkan kemunduran demokrasi yang selama ini diperjuangkan.
“Tentu ini tidak sejalan dengan semangat reformasi kita, dengan semangat kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum,” tegasnya. Dinukil pada laman suara.com.
Sah Jadi KHUP
DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Undang-Undang Pidana atau RKUHP pada Selasa (6/12/2022). Pengesahan dilakukan dalam sidang paripurna masa persidangan II tahun sidang 2022-2023.
Sebelum pengesahan, pimpinan DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sempat memberikan kesempatan kepada fraksi Partai Demokrat untuk menyampaikan masukan terkait RKUHP.
Setelah itu, Dasco menanyakan kembali kepada seluruh fraksi atas persetujuan pengesahan RKUHP.
“Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Undang-Undang Pidana dapat disetujui menjadi undang-undang?,” tanya Dasco.
“Setuju,” jawab seluruh peserta sidang.
Dasco langsung mengetuk palu sebanyak satu kali sebagai pertanda KUHP telah sah menjadi undang-undang.
Meski telah disahkan, RKUHP masih mendapatkan pertentangan dari berbagai eleman masyarakat. Penolakan terhadap RKUHP itu disebabkan masih banyaknya pasal yang bermasalah.
Salah satu pasal yang disoroti masyarakat ialah soal pengaturan hubungan seks di luar pernikahan. Dalam Pasal 413 Ayat 1 bagian keempat tentang Perzinaan, orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara satu tahun.
“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi pasal 413 ayat (1).
Kemudian, RKUHP teranyar juga mengatur masa hukuman koruptor. Bukannya dinaikan, masa hukuman koruptor pada RKUHP justru lebih ringan dari aturan sebelumnya.